Mengenai Saya

Foto saya
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia

Kamis, 29 Januari 2015

PELAKSANAAN SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI NOTARIS OLEH DEWAN KEHORMATAN IKATAN NOTARIS INDONESIA

TUGAS MAKALAH POLITIK HUKUM KENOTARIATAN 2


Lesa S.H

Nim. B2A214029

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS HUKUM

BANJARMASIN

2015

SOAL

Pilih salah satu dari :

1.      Pendidikan Kenotariatan                    = UUJN

2.      Profesi Notaris                                    = Stb No 3 Tahun 1860

3.      Pengawasan Notaris                            = Sema No 2 Tahun 1984

Pilih diantara ke-3 tersebut, dibahas lalu hubungkan dengan yang sebelahnya, maksimal 10 lembar.


JAWABAN


PENGAWASAN NOTARIS           = SEMA NO 2 TAHUN 1984


Yang dibahas dalam SEMA NO 2 TAHUN 1984 ialah;

1.      Tata cara pelaksanaan pengawasan terhadap notaris;

2.      Kewenangan-kewenangan  Ketua Pengadilan Negeri yang diatur dalam PJN;


Dengan adanya SEMA NO 2 TAHUN 1984 tersebut dalam pengawasan notaris lebih spesifik lagi sehingga untuk meningkatkan kebutuhan jasa Notaris dan jumlah Notaris maka dibutuhkan pengawasan terhadap profesi guna menjaga agar supaya Notaris dapat menjalankan profesinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan kode etik Notaris.

Dengan diletakkannya tanggung jawab secara hukum dan etika kepada Notaris, maka kesalahan yang sering terjadi pada Notaris banyak disebabkan oleh keteledoran Notaris tersebut sedangan kesalahan yang sering terjadi akibat bujukan nilai honorarium yang tinggi sering terjadi karena tidak lagi mengindahkan aturan hukum dan nilai-nilai etika. Oleh karenanya agar nilai-nilai etika dan hukum yang seharusnya dijunjung tinggi oleh Notaris dapat berjalan sesuai dengan undang-undang yang ada, maka sangat diperlukan adanya pengawasan terhadap Notaris tersebut, terutama adanya SEMA NO 2 TAHUN 1984.

Sebagai konsekuensi logis, seiring dengan adanya tanggung jawab Notaris kepada masyarakat, maka haruslah dijamin adanya pengawasan dan pembinaan yang terus menerus agar tugas Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan yang diberikan.

Sebelum berlaku Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), pengawasan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana diatur dalam pasal 140 Stbl 1847 No 23. Kemudian pengawasan terhadap notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 dan 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004.

Adapun tujuan pengawasan Notaris adalah agar Notaris  bersungguh-sungguh memenuhi persyaratan-persyaratan dan menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku, demi pengamanan kepentingan masyarakat umum. Sedangkan yang menjadi tugas pokok pengawasan Notaris adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam menjalankan tugasnya, senantiasa dilakukan di atas jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Mekanisme pengawasan yang dilakukan secara terus menerus terhadap Notaris.

Untuk dapat meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan notaris maka perlu peningkatan dalam administrasi yang baik perihal data Notaris meliputi jumlah notaris, mutasi notaris, notaris yang sudah pensiun, alamat kantor notaris, dengan tujuan salah satunya untuk mengetahui  catatan perilaku dan seorang notaris.

Mengacu pada pasal 70 UU Jabatan Notaris, seharusnya tidak ada masalah dengan pengawasan notaris. Sebab, Majelis Pengawas Notaris Daerah melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala minimal satu kali setahun. Protokol dimaksud meliputi minuta akta, buku daftar akta atau repertorium, buku khusus untuk mendaftarkan surat di bawah tangan, daftar nama penghadap atau klapper, buku daftar protes, buku daftar wasiat, dan buku daftar lain yang harus disimpan notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Majelis Pengawas Notaris harus lebih proaktif tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tapi jika ada indikasi notaris melakukan pelanggaran langsung melakukan penyelidikan, dan dalam kordinasi supaya bisa berjalan lebih baik perlu adanya pertemuan-pertemuan rutin dari pihak-pihak yang ada dalam Majelis Pengawas Notaris, serta yang tidak kala penting adalah peran Majelis Pengawas Notaris Daerah karena Majelis Pengawas Notaris Daerah merupakan benteng pertama dalam pengawasan notaris sebab notaris berkedudukan di kabupaten/kota sehingga Majelis Pengawas Notaris Daerah lebih diperdayakan.

Yang menjadi dasar pengawasan internal notaris adalah, mengingat bahwa notaris menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, yang meliputi bidang yang sangat luas dari apa yang diuraikan dalam pasal 1 PJN. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh notaris yang merupakan tugas jabatan notaris, akan tetapi dikehendaki daripadanya oleh masyarakat umum. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan merupakan tugas jabatan notaris adalah lebih banyak dan lebih luas dari pada tugas jabatan notaris berdasarkan undang-undang. Dengan demikian seorang notaris harus berkelakuan baik yang tidak tercela, tidak mengabaikan keluhuran martabat atau melakukan kesalahan-kesalahan lain, baik diluar maupun didalam tugas menjalankan jabatan notaris.

Hal ini juga sudah disadari oleh para notaris sendiri, karena hasil pekerjaanya yang berupa akte-akte maupun pemeliharaan protokol-protokol sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian, yaitu sebagai alat bukti otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi para pencari keadilan baik didalam maupun diluar negeri, maka pelaksanaan tugas notaris harus didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggung jawabkan.

Adalah sangat beralasan, bahwa pemerintah sendiri yang melakukan suatu penilaian maupun pengawasan terhadap para notaris mengingat betapa beratnya tugas notaris didalam membantu menciptakan tegaknya hukum ditengah-tengah masyarakat.

Menurut Tan Thong Kie, penyebab penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh Notaris, diperkirakan penyebabnya adalah moral; di seluruh dunia orang mulai mengejar materi dengan menempatkan integritas, nama baik dan martabat sebagai nomor dua dan notariat tidak luput dari gejala itu. Jabatan notaris dianggap sumber untuk menggali kekayaan. Kalau sebelum PD II dipanggil ke kantor polisi saja orang sudah merasa sangat malu, kini orang keluar masuk penjara masih tidak merasa apa-apa.


Pengertian Pengawasan

Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintahan fungsi pengawasan adalah sangat penting, karena pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan oleh pemerintah dan untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yang dalam bahasa Inggris disebut “controlling”. Dalam Bahasa Indonesia, fungsi controlling itu mempunyai 2 (dua) padanan, yaitu pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan dalam hal ini adalah pengawasan dalam arti sempit, yaitu segala sesuatu atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak sedangkan pengendalian pengertiannya lebih  forcefull daripada pengawasan, yaitu sebagai segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan yang semestinya.

Pengertian dasar dari pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

Pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pasal 2 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, menyatakan bahwa pengawasan terdiri dari:

a.       Pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan/atasan langsung, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;

b.      Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.


Manfaat Pengawasan

Dari beberapa pengertian tentang pengawasan yang telah disebut di atas, maka jelaslah bahwa manfaat pengawasan secara umum adalah untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang obyek yang diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Jika dikaitkan dengan peyimpangan , manfaat pengawasan adalah untuk mengetahui terjadi atau tidak terjadinya peyimpangan, dan bila terjadi perlu diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan tersebut. Selain itu pengawasan berfungsi pula sebagai bahan untuk melakukan pembinaan di waktu yang akan datang, setelah pekerjaan suatu kegiatan dilakukan pengawasan oleh pengawas.


Norma Pengawasan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata norma dijelaskan sebagai “aturan, ukuran, yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu”.118 Kata Norma berasal dari bahasa Belanda, norm yang artinya sebagai norma; aturan; ukuran; nilai”.119 Jadi norma pengawasan adalah patokan, kaidah atau ukuran yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan agar dicapai mutu pengawasan yang dikehendaki.


Etika Pengasawan

Mengenai obyek etika, DR. Franz von Magnis (dalam bukunya Etika Umum Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral), menerangkan:

Etika adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan pandanganpandangan dan persoalan-persoalan dalam bidang moral, dankarena pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan itu diungkapkan dalam bentuk pernyataan, maka obyek etika adalah pernyataan-pernyataan moral. Apabila kita periksa segala macam pernyataan moral, segera akan kentara bahwa pada dasarnya hanya ada dua macam: pernyataan tentang tindakan manusia dan

pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud dan wataknya.

Sisi lain dari pengawasan terhadap Notaris, adalah aspek perlindungan hukum bagi Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku Pejabat Umum. Pengawasan terhadap Notaris sangat diperlukan, agar dalam melaksanakan tugas dan jabatannya Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya. Ini berarti Notaris harus selalu menjaga segala tindak tanduknya, segala sikapnya dan segala perbuatannya agar tidak merendahkan martabatnya dan kewibawaannya sebagai Notaris.

Sehingga, tuntutan dari pengawas notaris terhadap para pelaku notaris ialah untuk melaksanakan kewenangannya dengan menjaga aturan mainnya dalam tugasnya dan hal ini sangat berhubungan dengan adanya SEMA NO 2 TAHUN 1984 yang mengarahkan pada tata cara pengawasan terhadap notaris agar pula tidak adanya tindakan kesewenang-wenangan dan agar dalam pelaksanaan pengawasan/pembinaan tersebut dapat dilakukan secara teratur. Namun pada kenyataan praktekknya pelaksaan tersebut masih banyak yang belum dilakukan dengan serentak dan teratur sehingga hal tersebut dapat menghambat tujuan pengawasan penertiban, maka dari itu SEMA NO 2 TAHUN 1984  dikeluarkan misalnya;

1.      Masalah belum semua Pengadilan Negeri mengetahui dengan pasti jumlah notaris yang ada dalam wilayahnya;

2.      Perubahan alamat kantor yang tidak selalu dilaporkan kepada PN setempat;

3.      Adanya notaris yang mempunyai lebih dari satu kantor yang sebenarnya tidak diperkenankan/dilarang;

4.      Terdapatnya banyak kekurangan-kekurangan/kelainan-kelainan dalam protocol Notaris lain yang tersimpan pada Kantor tersebut yang memberikan indikasi pelaksanaan tugas Notaris yang negatif.

Hal ini menjadi alasan Mahkamah Agung bersama dengan Departemen Kehakiman telah mendengar pendapat dari Ikatan Notaris Indonesia dan membaca laporan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menganggap perlulah adanya untuk memberikan petunjuk tentang tata cara pengawasan pelaksanaan tugas jabatan Notaris.


Selasa, 27 Januari 2015

TUGAS PERATURAN JABATAN NOTARIS


Lesa S.,H
Nim. B2A214029

KEMENTERIAN RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MAGISTER KENOTARIATAN
BANJARMASIN
2014



SOAL


Buatlah komentar terhadap Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 49/PUU-X/2012 tanggal 28 Mei 2013 yang pada Pasal 66 ayat 1 UU No 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Setuju atau tidak dengan keputusan itu dan beri berbagai argument dan pertimbangan yuridis sebagai akdemisi bukan sebagai calon notaris. Diketik di kertas ukuran folio, ditulis dengan 1,1/2 spasi, 1 halaman boleh lebih. Batas pengumulan, sama dengan makalah Prof. Ghofur.JawabanBerdasarkan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 49/PUU-X/2012 tanggal 28 Mei 2013 tersebut, menurut saya sebagai pihak akademisi bahwa berdasarkan pertimbangan yuridis ketentuan yang sudah diputuskan oleh MK ialah benar adanya dan saya setuju karena jika dilihat Menurut Pasal 66 ayat 1 UU No 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris: untuk proses peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris berwenang mengambil focopy minuta dan atau surat yang dilekatkan pada minuta akta/protokol notaris dalam penyimpanan Notaris dan ayat 2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkait dengan akta yang dibuat. Namun, Ketentuan ini yang menurut MK bertentangan dengan pasal 27 (1) dan 28 D (1) UUD oleh karena itu MK dalam putusannya No 49/PUU-X/2012 tertanggal 28 Mei 2013 Menyatakan bahwa : 1. Frasa dengan persetujuan MPD pada Pasal 66 ayat 1 UU No 30 th 2004 Tentang Jabatan notaris bertentangan dengan UUD 1945 bahwa kewenangan MPD Motaris tersebut tidak selaras dengan asas Equality before the law (asas persamaan di mata hukum). Asas ini tertuang di dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Sehingga Notaris harus tunduk pada Equality before the law.Dengan demikian Dampaknya ialah Pemanggilan Notaris untuk penyidikan, penututan, pengadilan tanpa persetujuan MPD dan Pasal 66 ayat 1 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak mempunyai akibat hukum lagi. Oleh karena itu dalam hal adanya kesalahan atau komplain dari pihak III maka MPD tidak bisa memberikan "perlindungan" dalam bentuk ijin pemeriksaan.Diakui memang beberapa kesalahan Notaris dalam membuat Akta pada umumnya kesalahan notaris dalam membuat akta disebabkan 2 hal, yakni yang termasuk dalam pelanggaran kode etik dan yang termasuk dalam tindak pidana. Dalam bentuk pelanggaran kode etik antara lain: bekerja diluar wilayah, tidak taat pada aturan jabatan notaris; mewakili/diwakili orang-orang yang tak kompeten, membuat akta cacat secara minor dan salah ketikan, tidak meneliti pihak-pihak yang datang untuk menghadap notaris. Pengawasan atas ini di lakukan oleh Kemenhukham dan dibentuklah MPD dan MPD akan menyelesaikan pelanggaran etika/ profesi yang dilaporkan masyarakat. Sedangkan Perbuatan Notaris yang termasuk tindak pidana, antara lain: Permufakatan jahat dan ikut kejahatan (samen spanning), merekayasa akta yg isinya tak benar, penipuan (bedrog), penggelapan (verduilt), pencurian (dieftal), pemalsuan (vervalse). Dalam hal ini maka polisi dapat meminta keterangan dengan memanggil Notaris tersebut.Menurut saya jalan keluar/ Perlindungan yang aman maka yang pertama Self defense atau menjalankan profesi ini sebagai amanah yang profesional, taat UU, etika, nilai agama; kedua, hindari praktek menyimpang, misal akta secara back dated, pemalsuan identitas, penyelundupan hukum, delik ommisionis (delik pasif, pembiaran, pura-pura tidak tahu); ketiga bentengi keamanan dengan CCTV, dokumen rapi, kehadiran saksi2, sidik jari, chek and rechek dll.Lalu dalam hal upaya Preventifnya maka menurut saya ;1. Pihak Kemenhukham melahirkan notaris yang profesional dan berintegritas moral tinggi;2. Mendorong MPD sebagai perpanjangan tangan Kemhukham untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan secara preventif;3. Mendorong peran INI terhadap kepatuhan anggota atas UU, KENI, MoU pasca putusan MK dengan aparat penegak hukum;4. Perguruan Tinggi penyelenggara Magister Kenotariatan (MKN) mendesign dengan kurikulum yang tepat guna dan diarahkan pada profesionalisme calon notaries;5. Mahasiswa Notariat jangan hanya ingin dapat ijazah semata-mata, akan tetapi juga dalam proses kuliah harus serius dengan ilmu yang diajarkan.

Sebagai pihak akademisi saya, berpendapat setuju dengan keputusan MK tersebut karena sering ditemukan kesalahan yang dilakukan oleh Notaris baik dilakukan dengan sengaja atau pun dengan tindakan lalai. Dan hal itu tetap Notaris dituntut pertanggungjawabannya sesuai dengan aturan jika itu ditemukan adanya kesalahan dari pihak Notaris. Akibat adanya keputusan MK tersebut baik dari kalangan Notaris banyak yang pro dan kontra maupun dari kalangan yang berkepentingan terkait dengan pasal tersebut.Namun tidak semua Notaris yang tidak setuju, ada beberapa Notaris yang merasa dengan adanya Putusann MK tersebut justru menjadi lebih stabil atau lebih baik. Karena pihak Notaris sendiri ada yang merasa dirugikan dengan adanya Peraturan bahwa harus melalui MPD terlebih dulu untuk memeriksa Notaris jika ditemukan kecurangan atau pelanggaran. Tentu alasan ketisaksetujuan dari beberapa Notaris disebabkan karena adanya kepentingan-kepentingan yang dirugikan apakah itu kepentingan yang sifatnya privat atau pun bukan privat.Yang menjadi alasan ketidaksetujuan pada umumnya ialah Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu atau ingin mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.Jika disandingkan dengan Amar keputusan Mahkamah Konstitusi pada intinya ialah membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian pemeriksaan proses hukum yang melibatkan Notaris tidak memerlukan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) lagi. Frasa tersebut dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Keputusan ini “final and binding” dan harus ditaati semua pihak.Indonesia adalah Negara Hukum, frasa tersebut tertuang dalam Konstitusi Indonesia Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena Indonesia negara Hukum, maka secara langsung setiap warga negara berhak mendapat perlindungan hukum dan setiap warga negara sama dimata hukum tanpa membeda-bedakan setiap jenis, ras, agama dan golongan atau jabatan. Sehingga tercipta tatanan kehidupan yang indah, tentram, adil dan martabat.Di dalam Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 28D ayat 1 dikatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal ini jelas-jelas mengatakan bahwa negara menjamin bahwa kedudukan setiap orang sama dimata hukum, tanpa ada perbedaan dan perlindungan yang istimewa antara orang satu dengan lainnya.Meskipun kalangan notaris banyak yang menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 49/PUU-X/2013 tertanggal 28 Mei 2013 yang menghapus Hak Istimewa Notaris dalam memberikan keterangan kepada polisi. Notaris mengkhawatirkan ke depannya baik masyarakat maupun aparat penegak hukum lainnya bisa dengan mudahnya “memanggil-manggil” Notaris untuk kasus-kasus yang sebenarnya tidak material dan tidak perlu melibatkan notaris sebagai saksi.Sebenarnya Notaris tidak usah terlalu resah dengan di hapuskannya kewajiban untuk meminta persetujuan dari MPD terlebih dahulu sebelum dilakukannya pemeriksaan ataupun permintaan keterangan dari Notaris. Karena Notaris masih memiliki Hak Istimewa berupa “Hak Ingkar”. Adanya Hak Ingkar tersebut membuat Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta-akta, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/ pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya.Tindakan seperti ini merupakan suatu kewajiban Notaris berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUJN dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN. Sebaiknya para notaris tetap tenang, tetap bekerja seperti biasa, apabila para Notaris bekerja sesuai rambu maka tidak ada persoalan sehingga putusan MK tersebut diambil hikmahnya supaya Notaris ke depannya bekerja dengan semakin baik, tertib, dan jujur. 

NOTARIS: Kedudukan, Fungsi dan Peranannya

 NOTARIS: Kedudukan, Fungsi dan Peranannya

Semenjak saya masih berkuliah di Fakultas Hukum hingga sekarang berpraktek sendiri, seringkali saya bertemu dengan orang awam yang salah mengerti mengenai Kedudukan, fungsi dan peranan Notaris dalam masyarakat khususnya dalam bidang hukum. Tidak sedikit pula masyarakat yang menganggap bahwa notaris hanya “tukang stempel” yang “kalah pintar” dari advokat/pengacara, sehingga mereka sering membawa draft dari pengacara atau advokat mereka dan meminta notaris untuk menyalinnya dalam bentuk akta otentik, sehingga saya merasa mereka memperlakukan notaris hanya sebagai tukang ketik saja, hal ini pernah saya alami ketika saya masih bekerja sebagai asisten notaris.
Kadangkala salah satu pihak yang datang menghadap ingin diistimewakan kedudukannya di dalam perjanjian yang dibuat di hadapan notaris. Saya pun pernah menghadapi bahwa pelanggan saya menginginkan agar tidak perlu mengikuti prosedur hukum yang seharusnya dilakukan dalam pembuatan akta, lebih miris lagi karena menurutnya banyak notaris yang didatanginya juga “berani” melakukan hal tersebut. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini. Saya ingin agar ketidakmengertian masyarakat mengenai notaris dapat sedikit terobati dan sedikit menyadarkan rekan-rekan sejawat dengan adanya tulisan singkat ini. 

Kedudukan Seorang Notaris
Seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat yang disegani, namun saat ini kedudukannya agak disalahmengerti oleh kebanyakan orang. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh tindakan dan perilaku para notaris itu sendiri.

Pertama-tama yang perlu diketahui bahwa notaris di Indonesia mempunyai fungsi yang berbeda dengan notaris di Negara-negara Anglo-Saxon notary public seperti Singapura, Amerika dan Australia, karena Indonesia menganut sistem hukum Latin/Continental. 

Notaris Latin berkarakteristik utama dimana ia menjalankan suatu fungsi yang bersifat publik. Diangkat oleh Pemerintah dan bertugas menjalankan fungsi pelayanan public dalam bidang hukum, dengan demikian ia menjalankan salah satu bagian dalam tugas negara. Seorang notaris diberikan kuasa oleh Undang-Undang untuk membuat suatu akta memiliki suatu nilai pembuktian yang sempurna dan spesifik. Oleh karena kedudukan notaris yang independent dan tidak memihak, maka akta yang dihasilkannya merupakan simbol kepastian dan jaminan hukum yang pasti. Dalam system hukum latin notaris bersifat netral tidak memihak, dan wajib memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya seorang notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bisa didikte oleh kemauan salah satu pihak sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya (meskipun sungguh sangat disesalkan bahwa sekarang banyak notaris yang mau didikte oleh pelanggannya sekalipun harus bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etik profesi). 

Apakah Fungsi Seorang Notaris? 
Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tandatangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang.

Notaris dan Advokat. 
Para notaris mempunyai kesamaan dalam pekerjaan dengan para advokat. Keduanya menuangkan suatu kejadian di bidang ekonomi dalam suatu bentuk hukum, memberi nasehat kepada para pelanggan dan kepercayaan dari pelanggan merupakan dasar hubungan mereka dengan pelanggan.

Tetapi ada perbedaan prinsip, yaitu:

1. Seorang notaris memberi pelayanan kepada semua pihak, advokat kepada satu pihak. Seorang notaris berusaha menyelesaikan suatu persoalan, sehingga semua pihak puas; advokat hanya berusaha memuaskan satu pihak. Kalaupun dalam usaha itu tercapai suatu konsensus, pada dasarnya ia memperhatikan hanya kepentingan pelanggannya.

2. Pekerjaan seorang notaris adalah untuk mencegah terjadinya suatu persoalan antara pihak-pihak, sedangkan seorang advokat menyelesaikan persoalan yang sudah terjadi. sudah jelas pekerjaan seorang notaris lebih luas dari apa yang digambarkan diatas, tetapi adanya perbedaan-perbedaan nyata sekali dalam hal tersebut diatas. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu (lebih bersifat preventif)

Pada umumnya A. W. Voors (seorang kandidat notaris Di Arnhem, Negeri Belanda, dalam rapat umum tahunan persatuan kandidat notaris tanggal 20-5-1949) menganjurkan supaya berpegang pada pedoman sebagai berikut:

Dalam membela hak satu pihak diharapkan seorang notaris tidak ikut campur, tetapi dalam hal mencari dan membuat suatu bentuk hukum dimana kepentingan pihak-pihak berjalan parallel, notaris memegang peranan dan advokat hanya memberi nasehat.

Dilihat dari sudut lain A. W. Voors membagi pekerjaan seorang notaris menjadi:
(a) pekerjaan yang diperintahkan oleh undang-undang yang juga disebut pekerjaan legal dan (b) pekerjaan ekstralegal, yaitu pekerjaan yang dipercayakan padanya dalam jabatan itu.

(a) PEKERJAAN LEGAL
menurut A.W.Voors adalah tugas sebagai pejabat untuk melaksanakan sebagian kekuasaan pemerintah dan sebagai contoh disebutnya antara lain: 
(1) memberi kepastian tanggal;
(2) membuat grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial; 
(3) memberi suatu keterangan dalam suatu akta yang menggantikan tanda tangan; dan (4) memberi kepastian mengenai tanda tangan seseorang.

Menurut praeadviseur itu pekerjaan-pekerjaan ini dilakukan oleh seorang notaris sebagai suatu badan negara (organ van de staat) dan berdasarkan itu maka tindakannya mempunyai kekuatan undang-undang (hlm. 21)

“Pekerjaan yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada seorang notaries itu adalah sesuatu yang demikian berharga, sehingga harus disimpan baik-baik (een goed kostelijk om te bewaren) dan seorang notaris harus menjunjung tinggi tugas itu serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur”, kata A.W. Voors. 
“Melaksanakan tugas dengan tepat dan jujur”: 
-menurut Tan Thong Kie, berarti:bertindak menurut kebenaran (dalam bahasa Belanda naar waarheid, dalam bahasa Inggris truthfully) sesuai dengan sumpah notaris. jika ada suatu peristiwa (rapat umum, penarikan lotere, pembubuhan tanda tangan, dsb.), catatlah kejadian itu sebenarnya dan pada saat (tanggal dan jam) yang tepat.
-menurut Merryman:...the instrument itself is genuine and what it recites, represents what the parties said and the 
what the notary saw and heard”). 

Janganlah pernah sekali pun menodai kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang kepada jabatan notaris. Pengetahuan bahwa dirinya tidak pernah menyelewengkan kekuasaan dan kepercayaan memberi kepada seorang notaris kepuasan dan rasa aman dalam pekerjaannya. Selain itu, pelaksanaan tugas secara jujur mengundang keseganan masyarakat. 

(b), PEKERJAAN EKTRA LEGAL 
tugas lain yang dipercayakan kepadanya adalah menjamin dan menjaga “perlindungan kepastian hukum” atau sebagaimana yang ditulis oleh A. W. Voors: debescherming van de rechtszekerheid. Setiap warga mempunyai hak serta kewajiban dan ini tidak diperbolehkan secara sembrono dikurangi atau disingkirkan begitu saja, baik karena yang berkepentingan masih dibawah umur ataupun mengidap penyakit ingatan. Kehadiran seorang notaris dalam hal-hal itu diwajibkan oleh undang-undang dan ini adalah bukti kepercayaan pembuat undang-undang kepada diri seorang notaris. Contoh-contohnya adalah:

1.Perjanjian nikah (ps. 147). Perjanjian ini dianggap demikian penting sehingga diharuskan pembuatannya dengan akta autentik. Yang paling penting adalah menjaga kepentingan pihak-pihak dan menjelaskan isinya kepada mereka, yang pada umumnya masih muda dan lagi menetapkan tanggal pembuatannya, karena menurut undang-undang perjanjian nikah harus dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan di Kantor Catatan Sipil.
2. Pemisahan dan Pembagian warisan dalam hal anak-anak dibawah umur yang juga berhak dan kepentingannya harus dijaga (ps. 1047). 
3. Perjanjian hibah (ps. 1682) dianggap sangat penting, agar pemberi hibah mengetahui akibatnya dan menerima hibah memahami syarat-syarat yang dilekatkan kepada suatu hibah. 

Dalam tindakan-tindakan hukum yang disebut diatas, kepercayaan diberikan kepada seorang notaris untuk memperhatikan kepentingan yang lemah dan yang kurang mengerti. Dan perlindungan yang sama dipercayakan kepadanya dalam semua tindakan hukum lainnya yang bentuknya diharuskan dengan akta autentik (akta notaris).


Sifat dan Sikap Seorang Notaris 
Seorang notaris harus menjaga kepentingan para pelanggan dan mencari jalan yang paling mudah dan murah, tetapi janganlah hal ini dipakai sebagai alasan untuk menyelundupkan ketentuan undang-undang. Sebab seorang notaris tidak hanya mengabdi kepada masyarakat, tetapi juga kepada pemerintah yang menaruh kepercayaan penuh kepadanya. Notaris harus jujur dan setia kepada setiap pihak dan dengan bekerja demikian barulah ia dapat mengharapkan suatu penghargaan. Jika notaris melakukan suatu penyelewengan, betapapun kecilnya, sekali waktu pasti akan menjadi bumerang pada dirinya sendiri. W.Voors itu mengatakan bahwa sikap seorang notaris terhadap masyarakat penting sekali, khususnya dalam mengambil suatu keputusan. Jangan tergoyah karena kata-kata seorang pembual, bahkan apabila seseorang mengancam kepada notaris lain. “Kehormatan dan martabat (eer en waardigheid) harus dijunjung tinggi”. 

Tan Thing Kie dalam bukunya Studi Notariat : Serba-serbi Notariat edisi tahun 1994 mengutip tulisan tahun 1686 yang dibuat oleh Ulrik Huber tentang sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang notaries: “een eerlijk man, tot het instellen van allerhande schriftuir bequamen ende bij publijke authoriteit daartoe verordineert (artinya: seorang yang jujur, yang pandai membuat segala tulisan dan ditunjuk oleh seorang pejabat publik untuk itu.) dan ordonansi saat intu menunjukan bahwa tiada orang yang diijinkan memegang jabatan notaris melainkan orang-orang yang terkenal sopan dan pandai serta berpengalaman. 

Mr. A.G. Lubbers menulis dan dikutip oleh Tan Thong Kie bahwa di bidang notariat terutama diperlukan suatu ketelitian yang lebih dari biasa, tanpa itu seorang dalam bidang notariat tidaklah pada tempatnya. Apabila seorang notaris tidak teliti baik secara material maupun formal tentu kebodohannya itu mempertebal dompet para pengacara, demikian dikatakan H.W. Roeby. Nyatanya saat ini pengangkatan notaris tidaklah menjadi gerbang keluarnya notaris-notaris berkualitas seperti tersebut di atas, sehingga banyak notaris yang tidak mempunyai kualifikasi yang cukup baik dan memadai bisa berpraktek dan membuat masyarakat bingung akan hukum yang sebenarnya harus ditaati.

A. W. Voors selanjutnya berkata bahwa sifat-sifat ini memang tidak dimiliki setiap orang tapi dapat dipelajari, ditumbuhkan atau ditanam, dan dipelihara. inilah yang paling penting sebab kode etik hanyalah alat Bantu; ceramah, preadvis hanyalah pembuka mata anggota korps notaris. Dia juga mengemukakan:”sudah barang tentu seorang notaris menguji setiap akta mengenai kepastiannya dalam hukum dan menjaga hak-hak semua pihak dan jelas dalam setiap kontrak. Inilah yang mengakibatkan bahwa seorang notaris bukanlah seorang pemberani dalam bidang hukum; ia mengikuti jalan yang pasti dan dalam hal yang meragukan ia lebih baik tidak bertindak daripada menempuh jalan licin dengan ketidakpastian hukum.” Dan dikatakan pula oleh Mr. A.J.B. Rijke dalam WPNR no 1438: Allen de notaris van studie zal zich zijne roeping getrouw kunnen toonen: hanya notaris yang tetap belajar akan memperlihatkan kesetiaan pada panggilannya (untuk menjadi notaris). 

Untuk rekan-rekanku sejawat tetaplah belajar, junjunglah martabat profesi kita; untuk masyarakat pilihlah notaris yang menjunjung tinggi kebenaran dan bermartabat luhur.

*disarikan dari Bab 3 Buku Studi Notariat: Serba-Serbi Praktek Notaris, tulisan Tan Thong Kie, terbitan tahun 1994.


sumber ; http://notarisgracegiovani.com/index.php/about/2-uncategorised/24-notaris-kedudukan-fungsi-dan-peranannya 


Kamis, 15 Januari 2015

TUGAS POLITIK HUKUM KENOTARIATAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum. Semua yang menyangkut kesejahteraan umum sudah diatur dalam undang-undang dalam bentuk peraturan-peraturan tertulis. Dengan begitu sebuah kepastian hukum untuk seseorang sejahtera hakikatnya telah terjamin oleh konstitusi yang ada di Indonesia.
Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaries dikenal masuk kelompok elit di Indonesia.[1]
Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan tersebut menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting terutama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena seorang Notaris harus mengemban tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan ketelitian dan prinsip kehati-hatian.
Dalam bidang hukum keterampilan teknis yang mengabaikan segi yang menyangkut tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan profesi pada umumnya, serta nilai-nilai etika yang harus menjadi dasar pedoman dalam menjalankan profesinya, hanya akan menjadi tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum dan profesinya.[2]
Perjalanan notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Sejarah kontemporer Indonesia mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang cukup signifikan. Perubahan tersebut ditandai dengan berhasilnya pemerintah orde Reformasi mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). UUJN merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notaris (Stb. 1860-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860;3) yang merupakan peraturan pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam dictum penjelasan UUJN dinyatakan bahwa UUD 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara RI adalah Negara hukum.  Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut orang lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat.
Melaksanakan tugas tersebut tentunya Notaris harus diiringi dengan peraturan Jabatan Notaris. UUJN Lama yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris No 30 TAHUN 2004 dan UUJN Sekarang Undang-Undang No 2 Tahun 2014 yang perlu dilihat dan diperhatikan oleh seorang Notaris.
Maka dari itu, diperlukan suatu arah peraturan hukum atau kaedah hukum yaitu peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam arus lalu lintas baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait. Aturan hukum dalam Undang Undang tersebut haruslah berupa hukum yang jelas demi memberi kepastian hukum. Dengan begitu maka salah satu cara untuk meminimalisasi konflik-konflik yang akan terjadi baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait maupun dari pemerintah yang mengatur undang-undang tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini, terdapat beberapa hal yang akan dibahas untuk kelengkapan suatu tulisan yang dibuat oleh penulis:
1.      Apa perbedaan antara Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Revisi Nomor 2 Tahun 2014  tentang Jabatan Notaris ?
2.      Bagaimanakah kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris.?

C.    Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Notaris
2.      Sejarah singkat Notaris
3.      Tanggung Jawab Notaris selaku pejabat umum
4.      Pengertian kode etik Notaris

D.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui perbedaan antara Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang berkaitan dengan wewenang Notaris.
2.      Untuk mengetahui kaitan politik hukum dalam profesi jabatan notaris.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian Notaris

Menurut UUJN Lama Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan, menurut UUJN Revisi Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

2.      Sejarah singkat Notaris
      Munculnya lembaga notaris dilandasi dengan kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat bukti saksi. Secara kebahasaan notaries berasal dari kata Notarius untuk tunggal dan notariil untuk jamak. Notarius merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Romawi untuk menamai mereka yang melakukan pekerjaan menulis. Namun fungsi notarius pada zaman tersebut berbeda dengan fungsi notaries pada saat ini. Terdapat pendapat lain yang mengatakan, bahwa nama Notarius aslinya berasal dari nota literia yang artinya menyatakan suatu perkataan. Notarius merupakan pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani masyarkat pada umumnya.[3]

3.      Tanggung Jawab Notaris selaku pejabat umum
      Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtennar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil. Nico membedakannya menjadi 4 poin yakni[4] ;
a.       Tanggung jawab notaries secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;
b.      Tanggung jawab notaries secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
c.       Tanggung jawab notaries berdasarkan peraturan jabatan notaries terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
d.      Tanggung jawab notaries dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

4.      Pengertian kode etik Notaris
      Kode etik notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan smeua orang yang menjalankan tugas dan jabatan notaris.[5]
      Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi profesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.
      Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.
      Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari Undang Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Undang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.
Kode etik notaris ada 2 yaitu[6] :
1. Kode etik yang diatur secara hukum dalam peraturan jabatan notaris.
2. Kode etik yang ditetapkan oleh Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI) 1974.
BAB III
PEMBAHASAN

I.       Perbedaan antara Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Revisi Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
SEBELUM DAN SETELAH REVISI TANGGAL 17 DESEMBER 2013

FAKTOR PEMBEDA
UUJN LAMA
UUJN REVISI
PASAL 1 angka 1
PENGERTIAN NOTARIS

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
PASAL 1 angka 2
PEJABAT SEMENTARA NOTARIS
Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan, atau diberhentikan
sementara.
Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.
PASAL 1 angka 6
MPD
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.

PASAL 1 angka 8
MINUTA AKTA
Minuta Akta adalah asli Akta Notaris.
Minuta Akta adalah asli Akta yang  mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris.
PASAL 3
SYARAT MENJADI NOTARIS
1.      berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
2.      telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsasendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.
1.      berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
2.      Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

PASAL 16 ayat (1) huruf a
bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum;
bertindak amanah,  jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; 
PASAL 16 ayat (1) huruf c
Penambahan
mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta
Akta; (berubah menjadi huruf d)
melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

PASAL 15 ayat (10, 11, 12, dan 13)
Tidak ada
(10)      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat.

(11)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
a.       peringatan tertulis;
b.      pemberhentian sementara;
c.       pemberhentian dengan hormat; atau
d.      pemberhentian dengan tidak hormat.

(12)      Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

(13)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

PASAL 16A
Tidak ada
(1)   Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.

(2)   Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.
PASAL 17 ayat (2)
SANKSI RANGKAP JABATAN
Tidak ada
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a.       peringatan tertulis;
b.      pemberhentian sementara;
c.       pemberhentian dengan hormat; atau
d.      pemberhentian dengan tidak hormat.
PASAL 19
KEDUDUKAN NOTARIS
Hanya 2 ayat
1)      Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.


2)      Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempatkedudukannya.
Terdapat 4 ayat
1.      Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
2.      Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
3.      Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
4.      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa:
a.       peringatan tertulis;
b.      pemberhentian sementara;
c.       pemberhentian dengan hormat; atau
b.      pemberhentian dengan tidak hormat.
PASAL 22
FORMASI NOTARIS
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
c. rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ditambah 1 ayat

(1)Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a.    kegiatan dunia usaha;
b.    jumlah penduduk; dan/atau
c.    rata-rata jumlah Akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman untuk menentukan kategori daerah.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris dan penentuan kategori daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
PASAL 33
CUTI NOTARIS
DAN PENYERAHAN PROTOKOL
(1)    Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2)    Notaris Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3)    Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
1)      Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
2)      Notaris Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
3)      Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
4)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    pemberhentian sementara;
c.    pemberhentian dengan hormat; atau
d.   pemberhentian dengan tidak hormat.
PASAL 33
KETENTUAN MENJADI NOTARIS
(1)     Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana hokum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturutturut.
(2)     Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, danPasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat  sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
(1)   Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2)   Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
PASAL 34
(1)   Apabila dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat 1 (satu) Notaris, Majelis PengawasDaerah dapat menunjuk Notaris Pengganti Khusus yang berwenang untuk membuat aktauntuk kepentingan pribadi Notaris tersebut atau keluarganya.
(2)   Penunjukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disertai dengan serahterima Protokol Notaris.
(3)   Notaris Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diambil sumpah/janjijabatan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Dihapus
PASAL 48
PERUBAHAN ISI AKTA
(1) Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan,pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain.
(2) Perubahan atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanyasah apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap,saksi, dan Notaris.
(1)        Isi Akta dilarang untuk diubah dengan:
a.  diganti;
b.  ditambah;
c.  dicoret;
d.  disisipkan
e.  dihapus; dan/atau
f.   ditulis tindih.

(2) Perubahan isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
PASAL 49
(1)   Setiap perubahan atas akta dibuat di sisi kiri akta.
(2)   Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan tersebut dibuat padaakhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau denganmenyisipkan lembar tambahan.
(3)   Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahantersebut batal.
(1)             Setiap perubahan atas Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat di sisi kiri Akta.
(2)             Dalam hal suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri Akta, perubahan tersebut dibuat pada akhir Akta, sebelum penutup Akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.
(3)             Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.
(4)             Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
PASAL 50
(1)      Apabila dalam akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebutdilakukan demikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantumsemula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta.
(2)      Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberitanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)      Apabila terjadi perubahan lain terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),perubahan itu dilakukan pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49.
(4)      Pada penutup setiap akta dinyatakan jumlah perubahan, pencoretan, dan penambahan
(1)   Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri Akta.
(2)   Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)   Dalam hal terjadi perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).
(4)   Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas pencoretan.
(5)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
PASAL 66
PROSES PENYIDIKAN, PERADILAN, PENUNTUTAN
(1)      Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada MinutaAkta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitna dengan akta yangdibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(1)   Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a.       mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b.      memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2)   Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3)   Majelis kehormatan Notarisdalam waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4)   Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.

PASAL 66A
Tidak ada
1)      Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis kehormatan Notaris
2)      Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a.   Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b.   Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c.   ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
PASAL 88

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yangsudah memenuhi persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tetapdiproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.       Pengajuan permohonan sebagai Notaris yang sedang diproses, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
b.      Masa magang yang telah dijalani calon Notaris tetap diperhitungkan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
PASAL 91A dan 91B
Tidak ada
Hanya berisi ketentuan penutup
Pasal 91A
Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11) dan ayat (13), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A diatur dalam Peraturan Menteri….bagaimana ketentuan sanksi terhadap pasal 82….catatan (penjatuhan sanksi terhadap organisasi tidak mungkin dengan Peraturan Menteri….krn Organisasi tsb ditetapkan dengan UU)

Pasal 91B
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Perubahan UUJN Lama ke UUJN baru, tidak menggambarkan suatu perubahan secara filosofi dan norma dan teori hokum yang berlaku. Hal ini terlihat dari penyesuaian dalam perubahan, terkesan tambal sulam, dan tidak bermakna sebagaimana perubahan tersebut, terhadap jabatan Notaris sebagai pejabat yang ditunjuk oleh UU untuk membuat akta-akta otentik, yang memiliki nilai otentisitas sebagai bukti yang sempurna. Seharusnya dalam perubahan tersebut, harusnya memetakan segala permasalahan yang sedang  dijalankan oleh seorang Notaris.[7]
II.   Kaitan Politik Hukum Dalam Profesi Jabatan Notaris

POLITIK HUKUM
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu usaha politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar belakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus juga akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan meyakini adanya persamaan substantif antarberbagai pengertian yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. (Moh. Mahfud MD, 2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum tertentu.
JABATAN NOTARIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Artinya, bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas dasar keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu kenotariatan menjadi syarat mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan sebagai pejabat umum yang menghasilkan akta sebagai alat bukti otentik.
Undang-Undang Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister kenotariatan adalah syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya adalah sebagai pejabat umum di bidang keperdataan.
Perbuatan-perbuatan hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat bukti otentik berupa akta otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun notaris melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya atas dasar pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan kaedah-kaedah etika profesi sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang signifikan dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting.
     Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi jabatan notaris memerlukan kaedah-kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk.
Asal kata etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos (bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti kata yang terakhir inilah yang menjadi latar belakangi terbentuknya istilah etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh, harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
KAITAN POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS
   Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis, ekonomis, poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya.
   Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ Negara mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat luas.
   Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para pihak, artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti notaris tersebut maua tidak mau telah dapat dikatakan memikul pula tanggung jawab atasnya.
   Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan untuk menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas.
   Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang notaris dibutuhkan. Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum, namun dalam suatu negara hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan perhubungan-perhubungan hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum antar warga masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian kewenangannya kepada notaris.
   Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh kebijakan politik hukum.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Pentingnya peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum dan kebijakan. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat.
Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu, politik hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana keberadaan notaris tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta, sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat pula kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian, kaitannya dalam hal ini notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu produk yang dihasilkan dari notaris itu sendiri merupakan suatu produk hukum yang lahir dari kebijakan politik hukum.
Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan tersebut menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting terutama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena seorang Notaris harus mengemban tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan ketelitian dan prinsip kehati-hatian.
Maka dari itu, diperlukan suatu arah peraturan hukum atau kaedah hukum yaitu peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam arus lalu lintas baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait. Aturan hukum dalam Undang Undang tersebut haruslah berupa hukum yang jelas demi memberi kepastian hukum. Dengan begitu maka salah satu cara untuk meminimalisasi konflik-konflik yang akan terjadi baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait maupun dari pemerintah yang mengatur undang-undang tersebut.
























DAFTAR PUSTAKA

1.      Ghofur, Abdul. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
2.      Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3.      Rudy T Erwin, J.C.T Simorangkir dan J.T. Prasetyo. 1987. Kamus Hukum. Jakarta: Aksara Baru.
4.      Nico. 2003. Tanggung Jawab Notaris selau Pejabat Umum. Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of Business Law.






[1] Ghofur, Abdul. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika. Yogyakarta: UII Press, hlm. 1.
[2] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 265.
[3] Rudy T Erwin, J.C.T Simorangkir dan J.T. Prasetyo, 1987, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, hlm. 107.
[4] Nico, 2003. Tanggung Jawab Notaris selau Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of Business Law.
[5] Ghour, Abdul. Op.,Cit. hal. 162.

Favorit

Apa itu AKTA NOTARIS ???

ADA ENGGAK DI ANTARA KALIAN YANG BINGUNG DENGAN SEBUTAN AKTA NOTARIS ITU APA ?? NAH KALI INI AKU AKAN JELASIN INFONYA NYA GUYSS...    ...