BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum. Semua yang menyangkut
kesejahteraan umum sudah diatur dalam undang-undang dalam bentuk
peraturan-peraturan tertulis. Dengan begitu sebuah kepastian hukum untuk
seseorang sejahtera hakikatnya telah terjamin oleh konstitusi yang ada di
Indonesia.
Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki peranan sentral
dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang
begitu besar, notaries dikenal masuk kelompok elit di Indonesia.[1]
Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan
tersebut menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting
terutama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena seorang Notaris harus
mengemban tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan ketelitian dan prinsip
kehati-hatian.
Dalam bidang hukum keterampilan teknis yang mengabaikan segi
yang menyangkut tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan profesi pada
umumnya, serta nilai-nilai etika yang harus menjadi dasar pedoman dalam
menjalankan profesinya, hanya akan menjadi tukang-tukang yang terampil belaka
di bidang hukum dan profesinya.[2]
Perjalanan notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Sejarah kontemporer Indonesia
mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang cukup
signifikan. Perubahan tersebut ditandai dengan berhasilnya pemerintah orde
Reformasi mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN). UUJN merupakan pengganti Peraturan
Jabatan Notaris (Stb.
1860-3) dan Reglement
op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb
1860;3) yang merupakan
peraturan pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam dictum
penjelasan UUJN dinyatakan bahwa UUD 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara
RI adalah Negara hukum. Prinsip Negara
hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut orang
lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat
bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek
hukum dalam masyarakat.
Melaksanakan tugas tersebut tentunya Notaris harus diiringi
dengan peraturan Jabatan Notaris. UUJN Lama yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris
No 30
TAHUN 2004 dan UUJN Sekarang Undang-Undang No 2 Tahun 2014 yang perlu dilihat
dan diperhatikan oleh seorang Notaris.
Maka dari itu, diperlukan suatu arah peraturan hukum atau
kaedah hukum yaitu peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin
tata tertib dalam arus lalu lintas baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait. Aturan hukum dalam Undang
Undang tersebut haruslah berupa hukum yang jelas demi memberi kepastian hukum.
Dengan begitu maka salah satu cara untuk meminimalisasi konflik-konflik yang
akan terjadi baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait maupun
dari pemerintah yang mengatur undang-undang tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Di
dalam makalah ini, terdapat beberapa hal yang akan dibahas untuk kelengkapan
suatu tulisan yang dibuat oleh penulis:
1.
Apa
perbedaan antara Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Revisi Nomor
2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ?
2.
Bagaimanakah kaitannya politik hukum
dalam profesi jabatan notaris.?
C.
Tinjauan
Pustaka
1. Pengertian
Notaris
2. Sejarah
singkat Notaris
3. Tanggung
Jawab Notaris selaku pejabat umum
4. Pengertian
kode etik Notaris
D.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui perbedaan antara
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris yang berkaitan dengan wewenang Notaris.
2. Untuk
mengetahui kaitan politik hukum dalam profesi jabatan notaris.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Pengertian
Notaris
Menurut UUJN Lama Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan, menurut UUJN Revisi
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
2.
Sejarah
singkat Notaris
Munculnya lembaga notaris dilandasi dengan
kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat bukti saksi. Secara
kebahasaan notaries berasal dari kata Notarius
untuk tunggal dan notariil untuk jamak. Notarius
merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Romawi untuk menamai
mereka yang melakukan pekerjaan menulis. Namun fungsi notarius pada zaman
tersebut berbeda dengan fungsi notaries pada saat ini. Terdapat pendapat lain
yang mengatakan, bahwa nama Notarius
aslinya berasal dari nota literia yang
artinya menyatakan suatu perkataan. Notarius
merupakan pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak
melayani masyarkat pada umumnya.[3]
3.
Tanggung
Jawab Notaris selaku pejabat umum
Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtennar) yang berwenang membuat akta otentik
dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya
dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban notaris meliputi
kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaris
selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil. Nico
membedakannya menjadi 4 poin yakni[4] ;
a. Tanggung
jawab notaries secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang
dibuatnya;
b. Tanggung
jawab notaries secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang
dibuatnya;
c. Tanggung
jawab notaries berdasarkan peraturan jabatan notaries terhadap kebenaran
materiil dalam akta yang dibuatnya;
d. Tanggung
jawab notaries dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.
4.
Pengertian
kode etik Notaris
Kode etik notaris merupakan suatu kaidah
moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan
Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku
bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan smeua
orang yang menjalankan tugas dan jabatan notaris.[5]
Kode Etik bagi profesi Notaris sangat
diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena
hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi
profesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun
2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.
Kode etik notaris sendiri sebagai suatu
ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan jabatannya,
juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris
merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Undang Undang
Jabatan Notaris.
Pembahasan mengenai Kode etik tidak
terlepas dari Undang Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode
etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan
hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Undang-Undang Jabatan
Notaris dapat berjalan tertib.
Kode
etik notaris ada 2 yaitu[6] :
1.
Kode etik yang diatur secara hukum dalam peraturan jabatan notaris.
2.
Kode etik yang ditetapkan oleh Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI) 1974.
BAB
III
PEMBAHASAN
I.
Perbedaan antara Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Revisi Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris
UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2004
SEBELUM DAN
SETELAH REVISI TANGGAL 17 DESEMBER 2013
|
||
FAKTOR PEMBEDA
|
UUJN LAMA
|
UUJN REVISI
|
PASAL 1 angka 1
PENGERTIAN NOTARIS
|
Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
|
Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang
lainnya.
|
PASAL 1 angka 2
PEJABAT SEMENTARA NOTARIS
|
Pejabat
Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia,
diberhentikan, atau diberhentikan
sementara.
|
Pejabat
Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan
jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.
|
PASAL 1 angka 6
MPD
|
Majelis
Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
|
Majelis Pengawas Notaris
yang selanjutnya disebut Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
|
PASAL 1 angka 8
MINUTA AKTA
|
Minuta Akta
adalah asli Akta Notaris.
|
Minuta Akta
adalah asli Akta yang mencantumkan
tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian
dari Protokol Notaris.
|
PASAL 3
SYARAT MENJADI NOTARIS
|
1.
berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
2.
telah menjalani magang atau nyata-nyata telah
bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan
berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsasendiri atau atas rekomendasi
Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan.
|
1.
berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
2.
Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah
bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh
empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau
atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
|
PASAL 16 ayat (1) huruf a
|
bertindak
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait
dalam perbuatan hukum;
|
bertindak
amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum;
|
PASAL 16 ayat (1) huruf c
Penambahan
|
mengeluarkan
Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta
Akta; (berubah menjadi huruf d)
|
melekatkan
surat dan dokumen serta
sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
|
PASAL 15 ayat (10, 11, 12, dan 13)
|
Tidak ada
|
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat.
(11) Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sampai
dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
d.
pemberhentian dengan tidak hormat.
(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1)
huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk
menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
(13) Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
|
PASAL 16A
|
Tidak ada
|
(1)
Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.
(2)
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.
|
PASAL 17 ayat (2)
SANKSI RANGKAP JABATAN
|
Tidak ada
|
Notaris yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi
berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
d.
pemberhentian dengan tidak hormat.
|
PASAL 19
KEDUDUKAN NOTARIS
|
Hanya 2 ayat
1)
Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah
kabupaten atau kota.
|
Terdapat 4
ayat
1.
Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu
di tempat kedudukannya.
2.
Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
3.
Notaris
tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di
luar tempat kedudukannya.
4.
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
b.
pemberhentian dengan tidak hormat.
|
PASAL 22
FORMASI NOTARIS
|
(1) Formasi
Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan
dunia usaha;
b. jumlah
penduduk; dan/atau
c. rata-rata
jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur
dalam Peraturan Menteri.
|
Ditambah 1
ayat
(1)Formasi
Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
c. rata-rata jumlah Akta yang dibuat oleh
dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Formasi
Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman untuk
menentukan kategori daerah.
(3)Ketentuan
lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris dan penentuan kategori daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
|
PASAL 33
CUTI NOTARIS
DAN PENYERAHAN PROTOKOL
|
(1)
Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan
Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2)
Notaris Pengganti menyerahkan kembali Protokol
Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3)
Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
|
1)
Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan
Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
2)
Notaris Pengganti menyerahkan kembali Protokol
Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
3)
Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
4)
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
|
PASAL 33
KETENTUAN MENJADI NOTARIS
|
(1) Syarat
untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah
sarjana hokum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling
sedikit 2 (dua) tahun berturutturut.
(2)
Ketentuan yang berlaku bagi Notaris
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, danPasal 17 berlaku bagi
Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat sementara Notaris, kecuali Undang-Undang
ini menentukan lain.
|
(1)
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang
berijazah sarjana hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris
paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2)
Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan
lain.
|
PASAL 34
|
(1)
Apabila dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat
1 (satu) Notaris, Majelis PengawasDaerah dapat menunjuk Notaris Pengganti
Khusus yang berwenang untuk membuat aktauntuk kepentingan pribadi Notaris
tersebut atau keluarganya.
(2)
Penunjukan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak disertai dengan serahterima Protokol Notaris.
(3)
Notaris Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib diambil sumpah/janjijabatan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
|
Dihapus
|
PASAL 48
PERUBAHAN ISI AKTA
|
(1) Isi akta
tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih,
penyisipan,pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain.
(2) Perubahan
atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanyasah
apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap,saksi, dan Notaris.
|
(1) Isi Akta dilarang untuk diubah dengan:
a. diganti;
b. ditambah;
c. dicoret;
d. disisipkan
e. dihapus; dan/atau
f. ditulis tindih.
(2) Perubahan
isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi
tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian
untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
|
PASAL 49
|
(1)
Setiap perubahan atas akta dibuat di sisi kiri
akta.
(2)
Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi
kiri akta, perubahan tersebut dibuat padaakhir akta, sebelum penutup akta,
dengan menunjuk bagian yang diubah atau denganmenyisipkan lembar tambahan.
(3)
Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian
yang diubah mengakibatkan perubahantersebut batal.
|
(1)
Setiap perubahan atas Akta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat di sisi kiri Akta.
(2)
Dalam hal suatu perubahan tidak dapat
dibuat di sisi kiri Akta, perubahan tersebut dibuat pada akhir Akta, sebelum penutup
Akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar
tambahan.
(3)
Perubahan yang dilakukan tanpa
menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.
(4)
Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
|
PASAL 50
|
(1)
Apabila dalam akta perlu dilakukan pencoretan
kata, huruf, atau angka, hal tersebutdilakukan demikian rupa sehingga tetap
dapat dibaca sesuai dengan yang tercantumsemula, dan jumlah kata, huruf, atau
angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta.
(2)
Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan sah setelah diparaf atau diberitanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)
Apabila terjadi perubahan lain terhadap perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),perubahan itu dilakukan pada sisi akta
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49.
(4)
Pada penutup setiap akta dinyatakan jumlah
perubahan, pencoretan, dan penambahan
|
(1) Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf,
atau angka, pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca
sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang
dicoret dinyatakan pada sisi kiri Akta.
(2) Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Dalam hal terjadi
perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan itu
dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).
(4) Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang
ada atau tidak adanya perubahan atas pencoretan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga
kepada Notaris.
|
PASAL 66
PROSES PENYIDIKAN, PERADILAN, PENUNTUTAN
|
(1)
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,
penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah
berwenang:
a. mengambil
fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada MinutaAkta
atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitna dengan akta
yangdibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2)
Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
|
(1)
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,
penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis
kehormatan Notaris berwenang:
a.
mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau
surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b.
memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan
yang berkaitan dengan Akta atau
Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2)
Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3)
Majelis kehormatan Notarisdalam waktu paling lama 30
(tigapuluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4)
Dalam hal majelis
kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima
permintaan persetujuan.
|
PASAL 66A
|
Tidak ada
|
1)
Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk
majelis kehormatan Notaris
2)
Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh)
orang, terdiri atas unsur:
a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi,
syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi,
tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan
Menteri.
|
PASAL 88
|
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris
yangsudah memenuhi persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses
penyelesaian, tetapdiproses berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lama.
|
Pada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku:
a.
Pengajuan permohonan sebagai Notaris yang sedang
diproses, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris.
b.
Masa magang yang telah dijalani calon Notaris
tetap diperhitungkan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
|
PASAL 91A dan 91B
|
Tidak ada
Hanya berisi
ketentuan penutup
|
Pasal 91A
Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11) dan ayat
(13), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat
(2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A diatur dalam Peraturan Menteri….bagaimana ketentuan sanksi terhadap pasal
82….catatan (penjatuhan sanksi terhadap organisasi tidak mungkin dengan
Peraturan Menteri….krn Organisasi tsb ditetapkan dengan UU)
Pasal 91B
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
Perubahan UUJN Lama ke UUJN baru, tidak menggambarkan suatu
perubahan secara filosofi dan norma dan teori hokum yang berlaku. Hal ini
terlihat dari penyesuaian dalam perubahan, terkesan tambal sulam, dan tidak
bermakna sebagaimana perubahan tersebut, terhadap jabatan Notaris sebagai
pejabat yang ditunjuk oleh UU untuk membuat akta-akta otentik, yang memiliki
nilai otentisitas sebagai bukti yang sempurna. Seharusnya dalam perubahan
tersebut, harusnya memetakan segala permasalahan yang sedang dijalankan
oleh seorang Notaris.[7]
II.
Kaitan Politik Hukum Dalam Profesi Jabatan Notaris
POLITIK HUKUM
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan
dalam suatu usaha politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan
dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum
adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi
perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai
keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar
belakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu,
sekaligus juga akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan
yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan
produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga
tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi.
Namun dengan meyakini adanya persamaan substantif antarberbagai pengertian yang
ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Dari pengertian
tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum
yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan
ditegakkan. (Moh. Mahfud MD, 2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang
hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen
atau jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen
misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan,
keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian
hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber
daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini
terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar
sekaligus berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang
dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode
tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya
kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum tertentu.
JABATAN
NOTARIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Artinya,
bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas
dasar keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu
kenotariatan menjadi syarat mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan sebagai pejabat umum yang menghasilkan akta sebagai alat bukti
otentik.
Undang-Undang
Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister kenotariatan adalah
syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya
adalah sebagai pejabat umum di bidang keperdataan.
Perbuatan-perbuatan
hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat bukti otentik berupa akta
otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun notaris melaksanakan
tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu
harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya
atas dasar pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil
pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki
keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan
perundangan-undangan. Selain itu dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris
juga memerlukan kaedah-kaedah etika profesi sesuai dengan yang telah ditentukan
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris
sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa
kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang signifikan
dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan
kemanusiaan menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi
penting.
Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi
jabatan notaris memerlukan kaedah-kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan
dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang
buruk.
Asal kata
etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos
(bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti
kata yang terakhir inilah yang menjadi latar belakangi terbentuknya istilah
etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan
filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral,
perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak
sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal
konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh,
harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
KAITAN POLITIK
HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan
hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris
dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti
notaris merupakan suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis, ekonomis,
poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi
diantara masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin
dihindarkan. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan
pemerintah sebagai organ Negara mengangkat notaris bukan semata untuk
kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat
luas.
Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para pihak,
artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti
notaris tersebut maua tidak mau telah dapat dikatakan memikul pula tanggung
jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional
mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan
untuk menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk
moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan
atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas.
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat
membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran
seorang notaris dibutuhkan. Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi,
jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum, namun dalam suatu
negara hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan
perhubungan-perhubungan hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat
oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum antar warga
masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian kewenangannya kepada
notaris.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia
adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan
anggotanya. Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan
adanya penegasan pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum,
berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum
antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu
produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh
kebijakan politik hukum.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis
berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari
sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Pentingnya
peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum dan
kebijakan. Produk
hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat,
namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di
dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem
demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu
dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang
dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat.
Politik hukum mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana
hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu, politik
hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum
dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana
keberadaan notaris tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat
mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris
merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan
berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga
diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta,
sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum,
sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat
pula kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kebutuhan hukum
dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian yang
dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian,
kaitannya dalam hal ini notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu
produk yang dihasilkan dari notaris itu sendiri merupakan suatu produk hukum
yang lahir dari kebijakan politik hukum.
Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan
tersebut menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting
terutama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena seorang Notaris harus
mengemban tanggung jawab yang besar sehingga diperlukan ketelitian dan prinsip
kehati-hatian.
Maka dari itu, diperlukan suatu arah peraturan hukum atau
kaedah hukum yaitu peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin
tata tertib dalam arus lalu lintas baik bagi Notaris, masyarakat, maupun bagi
pihak yang terkait. Aturan hukum dalam Undang Undang tersebut haruslah berupa
hukum yang jelas demi memberi kepastian hukum. Dengan begitu maka salah satu
cara untuk meminimalisasi konflik-konflik yang akan terjadi baik bagi Notaris,
masyarakat, maupun bagi pihak yang terkait maupun dari pemerintah yang mengatur
undang-undang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghofur, Abdul. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia. Yogyakarta:
UII Press.
2. Darji Darmodiharjo dan Shidarta.
2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Rudy T Erwin, J.C.T Simorangkir
dan J.T. Prasetyo. 1987. Kamus Hukum.
Jakarta: Aksara Baru.
4. Nico. 2003. Tanggung Jawab Notaris selau Pejabat Umum. Yogyakarta: Center for
Documentation and Studies of Business Law.
[1] Ghofur, Abdul. 2009. Lembaga
Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika. Yogyakarta: UII Press, hlm.
1.
[2] Darji Darmodiharjo dan Shidarta,
2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 265.
[3] Rudy T Erwin, J.C.T Simorangkir
dan J.T. Prasetyo, 1987, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, hlm. 107.
[4] Nico, 2003. Tanggung Jawab
Notaris selau Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of
Business Law.
[5]
Ghour, Abdul. Op.,Cit. hal. 162.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar